Setiap orang pasti mempunyai cita-cita. Setelah menggapainya, diharapkan dapat memberi kebahagiaan. Perjalanan mencapai cita-cita itu, butuh perjuangan panjang. Berproses. Keberhasilan dan kegagalan adalah pernak-pernik dalam perjuangan menggapai cita-cita.
Begitu pula menjadi seorang suster. Tidaklah mudah. Butuh perjuangan. Berproses. Letak kebahagiaan seorang suster berbeda dengan kaum awam. Mengapa? Karena setiap orang pasti ingin bebas. Sementara seorang suster harus berani melepaskan dengan ikhlas keinginannya. Selain itu, berjuang memberi diri dalam membangun kebersamaan.
Contoh sederhana, doa pagi bersama pukul 04.45. Kebiasaan ini sangat biasa dilakukan oleh seorang suster. Tetapi ada saat ia harus berjuang luar biasa ketika letih. Ingin tidur panjang. Mau tidak mau, ia harus bangun pagi karena doa bersama.
Jadi, kebahagiaan seorang suster itu adalah pemberian diri. Meluangkan waktu untuk kebutuhan sesama. Ini juga menjadi perjuangan saya. Tak jarang saya berani mengatakan akan memberikan diri untuk Tuhan lewat sesama. Nyatanya, saya masih korupsi waktu.
Bertahan dalam proses akan membuahkan hasil yang baik karena Yesus yang memanggil Dia juga yang akan menjawab semua persoalan kita. Bersyukur atas kesetiaan Tuhan yang selalu membimbing. Hingga akhirnya saya berani menjawab, YA untuk selama-lamanya.
Awalnya, kami berempat menjalani masa pendidikan novisiat pertama di Timor Leste. Dihadang tantangan yang tidak mudah. Ada campur tangan Allah yang tidak kami tahu cara bekerja-Nya. Entah kapan juga Ia mengubah dan memperbaiki hidup kami. Yang dibutuhkan dari kami adalah sabar. Bertahan.
Motivasiku menjadi suster awalnya sederhana. Mengenakan kerudung dan baju putih. Tampak anggun. Indah. Melihat para suster yang selalu kompak dalam berpakaian rapi. Membuat saya tertarik menjadi seorang suster.
Setelah masuk biara, motivasi saya dimurnikan. Mengalami pengolahan di masa pendidikan novisiat. Saya mau menyebarkan kasih Allah kepada sesama. Bagi saya, hidup adalah anugerah. Saya juga harus membagikannya kepada sesama.
Selama kurang lebih 12 tahun sejak tanggal 8 Desember 2009 hingga 19 Agustus 2021, kami masih berempat. Masih utuh. Keberanian dan kesetiaan kami dalam menjawab panggilan Tuhan semata-mata karena Yesus setia dalam membimbing dan berjalan bersama kami setiap hari melalui para pembimbing.
Terimakasih untuk Sr. M. Giovani yang dengan setia dan sabar, berproses bersama kami selama masa novisiat. Masih teringat dalam benakku, kami sempat putus asa. Kesulitan materi dan tidak adanya panggilan (tidak ada aspiran yang masuk).
Suatu hari di ruang makan. Sr. Giovanni mengatakan, karena tidak ada panggilan, maka lebih baik kami ke Indonesia. Bergabung dengan para suster di sana saja. Tetapi Tuhan menjadi jawaban atas semuanya ini.
Satu tahun kemudian, Tuhan mengirim enam putri untuk bergabung bersama kami. Lucunya, kami kekurangan kamar tidur. Kami tidur satu kamar berempat.
Setia bertahan dalam proses akan melahirkan mukjizat dari Tuhan. Saat ini kita telah memiliki rumah pendidikan yang sangat bagus. Terimakasih untuk FSGM yang telah berjuang dalam menyebarkan kasih Allah di tanah Timor Leste. Saat ini banyak putri yang berminat untuk menjawab panggilan Tuhan. Semoga kita tidak patah semangat untuk terus berjuang dan pasrah kepada penyelenggaraan kasih Allah. Allah yang memanggil, Allah juga yang akan menjadi jawaban atas semuanya.***
By. Sr. Jeanet