By. Diakon Nicolaus Heru Andrianto
Sejak semula Allah telah memberi kebebasan kepada manusia sebagai mahkota terindah. Kebebasan itu seiring dengan anugerah kepercayaan bahwa manusia dapat merengkuhnya sebagai milik yang perlu dipersembahkan kembali kepada Sang Empunya.
Faktanya, kehendak yang terarah pada diri sendiri lebih kuat dibanding kehendak yang terarah pada Allah. Akibatnya dosa mengintip secara leluasa, dosa menunggu titik lemah, titik rapuh manusia, dan akhirnya dengan tahu, mau dan mampu, manusia jatuh dalam dosa.
Namun Allah tetap setia pada janji-Nya. Ia tak membiarkan manusia sendiri dalam sepi. Ia selalu mengundang manusia untuk datang dan mencari kehendak-Nya. Sulitkah mencari kehendak Allah dalam hidup ini? Tantangan besar pencarian manusia akan kehendak Allah ini akan berhadapan dengan kehendak dirinya-sendiri. Bahkan kadang beda tipis, inikah kehendak Allah, inikah kehendakku sendiri yang terbungkus seolah menjadi kehendak Allah?
Pencarian kehendak Tuhan pun kita sadari sebagai sesuatu yang tidak mudah, perlu keberanian untuk mendengarkan pengalaman hidup, memiliki kepekaan rohani yang baik, dan sekaligus berani mengolahnya dengan penuh kesadaran.
Oleh karena itu, marilah kita sadari dalam kerapuhan dan sekaligus dalam kekuatan yang dikaruniakan Tuhan kepada kita. Kita perlu tetap berusaha untuk mengarahkan diri pada kehendak Tuhan dan kemudian memilihnya. Sebab keberanian untuk datang di hadapan-Nya pun juga bukan sesuatu yang mudah dan sangat memerlukan keberanian kreatif terus-menerus. Selain itu, subyek utama dalam pencarian ini adalah Allah sendiri dan kita hanya sebagai instrumen yang akan dipakai oleh Allah, di mana dan kapan pun kita diutus.
Keberanian seperti apa yang telah kita persiapkan untuk datang melakukan kehendak-Nya? Atau ketakutan sebesar apa yang membuat kita semakin jauh dalam menemukan kehendak Allah dalam keseharian? Sudah saatnya kita berani mengatakan dan memilih, kehendak-Mu, pilihanku !