ADAKAH YANG INGIN MENJADI MANUSIA SILVER?


Oleh Uci*

Akhir-akhir ini cuaca sangat terik dan begitu menyengat kulit. Semua orang tidak akan merasa nyaman berlama – lama berada di bawah terik sinar matahari langsung, selain akan membuat kulit terbakar matahari, tetapi juga akan berdampak buruk bagi tubuh dan juga suasana hati. Cuaca yang sangat  panas membuat orang-orang yang berlama-lama dibawah sinar matahari, menjadi  mudah berkeringat dan kelelahan hingga membuat mereka mudah stres saat bekerja dan muncul perasaan gelisah, emosi tak terkendali. Selain itu, suhu tinggi juga dikaitkan dengan gangguan memori, perhatian atau fokus, hingga panjang-pendeknya waktu untuk bereaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus. Menurut the UK’s National Health Service (NHS), gejala stres akibat cuaca panas dan kelelahan akibat panas dapat berupa pusing, mual, pingsan, kebingungan, kelelahan, berkeringat banyak, sakit kepala, dan kram otot.  Bagi orang-orang tertentu yang memang sudah kuat secara mental dan fisik, mungkin ini tidak akan terlalu berdampak serius bagi fisik maupun mental mereka. Tetapi bagi anak-anak jalanan atau bagi sebagian orang yang memang kurang mendapatkan pendampingan yang baik sejak dini, baik dalam segi agama maupun moral, mereka akan bisa sangat terdampak emosinya. Sehingg tidak sedikit anak jalanan yang hanya karena hal sepele bisa ribut dan timbul perkelahian yang tidak jarang berdampak pada tindakan kriminal.

Begitu pun dengan kondisi anak-anak yang berdandan seperti manusia silver, yang semakin lama semakin banyak di sekitar kita.

Para manusia silver yang akhir-akhir ini marak konser di setiap lampu merah, di kota-kota di Indonesia ini, makin terus bertambah . Coba perhatikan mereka, banyak anak-anak bertelanjang badan , bertelanjang kaki, mengcat wajah dan tubuhnya dengan cat warna silver, dan menghampiri orang-orang/kendaraan yang lewat untuk meminta uang.

Akhir-akhir  ini kita menyaksikan   peristiwa munculnya manusia silver disekitar kita, utamanya di jalan-jalan. Manusia silver telah menyita perhatian masyarakat perkotaan di Indonesia, salah satunya di Bandar Lampung ini. Pada awal kemunculannya, manusia silver di beberapa titik lampu merah  perempatan kota Bandar Lampung, masih dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja. Para pengendara motor atau mobil bahkan merasa terhibur dengan kehadiran manusia silver. Namun seiring dengan perjalanan waktu, fenomena manusia silver makin marak dan jumlahnya makin banyak. Manusia silver tumbuh bak kumis pak Raden, yang begitu tebal . Manusia silver yang awalnya dulu merupakan sebuah pertunjukan seni dari para seniman, yang berbentuk pantomim  saat ini sudah berbeda makna, sudah  banyak manusia-manusia silver memenuhi hampir semua sudut kota. Manusia silver sudah berubah menjadi pesaing pengemis dan pengamen di jalanan.

Meningkatnya jumlah manusia silver saat ini sudah mulai dianggap mengganggu pengendara di jalan raya. Manusia silver tampak berkeliaran di setiap perempatan jalan raya. Modus manusia silver yaitu dengan mengecat seluruh tubuhnya berwarna perak. Manusia silver yang dulunya murah senyum,ceria dan kalem, sekarang sudah menjadi sedikit arogan dan pelit senyum. Kotak tempat sumbangan hanya terbuat dari kardus atau kaleng ala kadarnya, yang ini bisa membuat kurang simpatik pengendara pada manusia silver Sekarang fenomena manusia silver sudah pada level meminta-minta, bukan lagi ingin menghibur, merea sudah tidak ada rasa malu untuk mengemis dan meminta.Tidak sedikit yang saat berinteraksi dengan sesama anak jalanan, mere bisa juga terlibat dalam perkelahian dan tindakan kriminal.
Keberadaan dan keadaan  manusia silver ini  sebenarnya sama dengan keadaan pengemis, gelandangan, pengamen, dan peminta-minta yang lainnya. Secara perkembangan agama dan moral keberadaan mereka merupakan disfungsi di masyarakat atau orangtuanya dalam mendampingi tumbuh kembang mereka. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa saat ini fenomena disfungsi sosial tersebut terus mengalami pertumbuhan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan kajian dari perspektif agama dan moral lebih mendalam.

Kita tidak bisa menyalahkan pertumbuhan manusia silver atau semakin banyaknya anak jalanan disekitar kita, karena sesungguhnya merekapun tidak meninginkan hal ini, bahkan saat ditanya apakah ada yang bercita-cita menjadi manusia silver,pasti jawaban kita tidak ,tidak ada yang ingin menjadi manusia silver. Orangtua harus memberikan perhatian dalam pendidikan terutama pendidikan agama dan moral kepada anaknya sesuai kemampuan orang tua, meskipun sibuk dengan aktivitasnya. Sebagai orangtua sangat bertanggung jawab dalam membimbing dan mendampingi anak-anaknya melalui bimbingan, pengawasan, dan keteladanan dalam keseharian mereka. Tidak sedikit para anak jalanan termasuk manusia silver, yang justru mereka diarahkan orangtuanya untuk berada di jalanan dalam kehidupan yang keras, bahkan tidak sedikit orngtua merekapun juga dulunya juga mungkin lulusan anak jalanan, bagaimana mereka akan bisa memebrikan teladan bagi anak-anak mereka.

Tanggung jawab perkembangan moral dan agama anak-anak sesungguhnya bukan hanya tanggung jawab orangtua saja, melainkan tanggung jawab kita semua, termasuk para pendidik. Menurut (Ramdan & Fauziah, 2019) untuk mengembangkan nilai karakter/ moral peserta didik, guru dan orang tua dapat melakukan hal- hal sebagai berikut: Membimbing pembentukan karakter anak di rumah,

Membangun komunikasi yang baik dengan anak, Memberikan teladan berperilaku seperti: jujur, disiplin,

sopan santun, tanggung jawab, toleransi serta peduli kepada orang lain, pengembangan pendidikan karakter.

Kolaborasi antara sekolah, keluarga dan masyarakat penting agar menciptakan generasi yang bermoral dan berakhlak mulia (Hendayani, 2019). Dalam penanaman moral bagi peserta didik sd bisa dimulai dengan pembiasaan terhadap hal positif yang kemudian diterapkan dalam proses pembelajaran, setelah kegiatan pembelajaran dilakukan kemudian dilanjutkan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dengan begitu, pembiasaan terhadap hal positif pada lingkungan sekitar mampu menanamkan moral secara langsung kepada peserta didik. Jadi intinya penanaman moral ditanamkan dengan penyisipan saat kegiatan pembelajaran di sekolah .(Amelia, 2018)

Pelaksanaan pendidikan moral membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, yaitu: orang tua berperan

penting di rumah dan guru berperan penting di sekolah. Orang tua merupakan guru pertama bagi anak.

Tingkah laku maupun perbuatan orang tua akan ditiru oleh anak sehingga orang tua harus menjadi teladan yang baik dalam membentuk moral anak. Setelah orangtua, guru pun merupakan panutan bagi anak. Dalam proses pembelajaran guru hendaklah menyisipkan unsur-unsur moral ke dalam pembelajaran (Khaironi,2017).

Begitu banyak pendapat para ahli yang sudah menyoroti pentingya peran orangtua dan guru  serta masyarakat bagi perkembangan moral dan agama anak-anak. Tetapi memang pada prakteknya, tidak mudah untuk melaksanakan itu, karena banyak anak jalanan yang justru tidak disekolahkan oleh orangtuanya, sehingga kalua oragtuanya sudah tidak bisa menjadi panutan, dan anak juga tidak dikirimkan ke sekolah untuk bertemu guru-guru , ini akan sangat tidak mudah mendampingi perkembangan moral dan agama anak-anak jalanan termasuk manusia silver tersebut.

Akhirnya saya berharap, opini saya tidak akan berhenti sampai dsisini, tetapi kita bersama-sama bisa memikirkan atau ikut berkontribusi dalam penanganan masalah ini, walau pasti tidak mudah.Tetapi kita masing-masing sesuai bakat dan kemampuan masing-masing jika bergandengan tangan, semoga saja ada dampak nyata yang akan dirasakan oleh anak-anak jalanan seperti anak-anak manusia silver yang ada disekitar kita,yang mungkin saja akan sangat berharga bagi hidup mereka. Sebagai penutup saya akan persembahkan kutipan indah dari R.E . Blake  berikut ini:

“Tidak ada yang mudah, dan jika kamu ingin aman seumur hidup, kamu dapat melewatkan hal-hal yang membuatnya berharga untuk dijalani.” – R.E. Blake.

 *Uci

(Mahasiswa Paska Sarjana Pendidikan Anak Usia Dini UNESA Surabaya – Tugas Mapel Perkembangan Agama dan Moral Anak Usia Dini)