Diakon Nicolaus Heru Andrianto
Keberanian zaman ini diperlukan untuk pembaruan hidup kita sebagai teman seperjalanan, terlebih keberanian untuk melihat kembali bagaimana kualitas hati, relasi dan bagaimana kesemuanya itu mampu bersinergi.
Pandemi yang belum kunjung usai telah membuka lebar-lebar “ladang-ladang baru” untuk digarap menjadi refleksi hidup.
Hati manusia sedang diuji kesabarannya dalam berbagai macam dinamika pengalaman, relasi-relasi fisik yang terbatasi oleh jarak, relasi yang terbatasi oleh ruang dan peluang untuk berkumpul dengan banyak orang, serta sinergi dalam banyak kesempatan barangkali kurang terjalin, masihkah kita punya harapan dan sudut pandang yang baru di masa yang akan datang?
Jaga Hati
Seberapa besar kita menjaga hati dalam berelasi atau berjejaring? Menjaga hati seirama menjaga perasaan rekan seperjalanan kita. Dalam membangun kebersamaan menjaga hati menjadi tantangan yang tidak mudah. Setiap pribadi diundang untuk terbuka akan situasi dan kondisi.
Untuk mengingatkan tatkala rekan kita salah, atau sebaliknya rekan yang mengingatkan tatkala kita lengah, bukan hal yang gampang. Namun tatkala kualitas relasi sebagai rekan seperjalanan itu sudah kuat dibangun, menjaga hati masing-masing tidaklah sulit.
Jaga Relasi
Ada sebuah kisah kecil, di pinggiran Kota Mumbai, kota industri India, ada seorang dokter tinggal di apartemen kecil. Setiap bulan ia biasanya pergi ke bank untuk mengambil uang pensiunnya. Tetapi setelah beberapa bulan pegawai bank memerhatikan dokter tua ini belum datang untuk mengambil uang pensiunnya.
Mereka menduga sesuatu yang mencurigakan dan meminta polisi untuk mendatangi rumahnya. Apa yang ditemukan polisi tidak lain tubuh laki-laki tua itu yang sudah rusak. Mungkin sudah beberapa bulan ia meninggal, tetapi tidak ada seorang pun anggota keluarga dan tetangganya yang tahu tentang hal itu.
Dalam dunia modern ada bahaya pemutusan hubungan atau relasi antarpribadi, individu-individu semakin terpisah, menjadi pulau yang terpencil, keluarga-keluarga yang bergabung menjadi nuklir dan keluarga-keluarga nuklir berubah ke dalam orangtua tunggal. Sejumlah bentuk hubungan yang lainnya berkembang pesat menjadi masalah kenyamanan, kesempatan dan kegunaan.
Jika kita tidak hati-hati dengan situasi pandemi seperti sekarang ini, akan terbuka lebar-lebar kesempatan bagi kita untuk mengkambing-hitamkan pandemi yang menghalalkan kita untuk tidak berbuat atau melakukan apa-apa dan untuk siapa-siapa.
Dalam hidup menggereja pun ada keprihatinan yang perlu diwaspadai. Ada kecenderungan sudah merasa aman dan nyaman dengan misa online atau misa live streaming, sementara di paroki setempat sudah ada kesempatan dan memungkinkan untuk misa offline.
Dengan berbagai dalih, meski ada kesempatan bertemu dengan tidak abai dengan prokes, pandemi menjadi alasan dan senjata yang membenarkan alasan untuk tidak melakukan apa-apa.
Membangun Sinergi
Dalam poin ini, kita perlu melihat kembali tiga kata kunci yang ditekankan Paus Fransiskus dalam Sinode Universal yang berlangsung sejak 2021-2023 nanti. Tiga kata kunci itu adalah, persekutuan, partisipasi dan misi.
Dalam refleksi penulis, tiga poin kunci ini bisa menjadi pisau bedah dalam berbagai bidang persekutuan atau komunitas kita.
Pertama, persekutuan. Persekutuan ini mengandung komunikasi di dalamnya. Bagaimana komunikasi itu dalam lingkup keluarga kita? Komunitas? atau kelompok-kelompok persekutuan kita? Jika komunikasi dalam sebuah persekutuan berjalan dengan baik, bersyukur bahwa sinergi sebagai rekan seperjalanan atau bahkan sepanggilan tidak terlalu menemukan kendala yang begitu berarti. Namun, tatkala komunikasi yang terjadi adalah kebalikannya, mari berefleksi bagaimana nasib persekutuan sebagai rekan seperjalanan dan sinergi itu ?
Kedua, partisipasi. Partisipasi juga menjadi kata kunci yang inspiratif untuk didalami. Partisipasi tidak hanya mengandalkan kehadiran, namun keterlibatan setiap anggota persekutuan untuk membangun sebuah kebersamaan. Seberapapun yang kita miliki, sedikit atau banyak, sumbangsih sangat berarti. Apakah sebagai rekan seperjalanan kita berani berpartisipasi, menyumbangkan ide-ide dan gagasan yang membangun kualitas persaudaraan dan kebersamaan, juga sebagai rekan sepanggilan?
Ketiga, misi. Misi atau perutusan di mana saja dipercayakan kepada kita, hendaklah menjadi berkat tersendiri bagi kita. Berkat yang pertama-tama kita sadari sebagai anugerah istimewa dari Allah yang mengutus kita melalui pemimpin kita, atau rekan seperjalanan yang memungkinkan kita membangun sinergi yang berkualitas satu sama lain.
Oleh karena itu, menjaga hati, relasi, dan sinergi memerlukan latihan terus-menerus. Di mana lokasi berlatih yang tepat? Di mana kita diutus, disitu kita bisa berlatih membangun persekutuan, berpartisipasi dan mewujudkan kehendak Allah bagi keselamatan banyak orang. Mari semakin bersinergi sebagai rekan seperjalanan yang lebih baik lagi. ***