Bersamaan dengan peluncuran Buku Panduan Penguatan Pendidikan Karakter Sekolah Fransiskus, hari itu juga di SMA Fransiskus Bandarlampung menggelar seminar dan konser yang menampilkan para peserta didik dari 22 sekolah di bawah Yayasan Dwi Bakti Bandarlampung di Lampung, Jakarta, Yogyakarta dan Palembang, bertema, “Dari Fransiskus untuk Indonesia.”
Hadir sebagai narasumber: Dr. Darmin Mbula OFM M.Pd, Dr. Sr. M. Levita FSGM, M.A, dan Dr. Sr. M. Pauli FSGM, M.Sc.Ed.
Rm. Darmin OFM mengatakan bahwa setiap orang memiliki mimpi dapat hidup damai, bahagia, dan sejahtera.
Namun realitanya, justru kebalikannya. Sering terjadi kekerasan, menikam orang tanpa sebab, korupsi, dll. Mau tidak mau sekolah yang menjadi komunitas moral, ini harus dipenuhi dengan pendidikan yang berkarakter. Tiga penguat pendidikan karakter adalah: keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Yayasan Dwi Bakti menjawab kebutuhan-kebutuhan itu melalui buku karakter yang baru saja diluncurkan. Diharapkan buku itu dapat membantu siswa, guru, orangtua, dan sekolah. Rm. Darmin juga menunjuk taman karakter yang baru dibangun di kebun belakang, masih satu kompleks SMA Fransiskus Bandarlampung, sebagai pendidikan alternative yang berdaya guna.
“Di taman karakter itu orang bisa berjumpa, berinteraksi, menyapa, beraneka ragam aktivitas yang mematangkan seseorang. Sehingga taman karakter merupakan alternatif pendidikan karakter, menyiapkan hati orang agar seperti tanah yang subur penuh humus, yang dapat membuat seseorang berkembang baik tanpa pernah menganggu orang lain,” ujar Rm. Darmin OFM.
Sr. Pauli FSGM memaparkan tentang filosofi pendidikan karakter yang difasilitasi dengan sarana komunikasi antara orangtua, guru, dan siswa, dibingkai dan dibalut dalam budaya Indonesia supaya membumi dan mentradisi, namun tetap visioner, dikristalkan dalam aneka kegiatan intra, ekstra, budaya sekolah dan diinspirasi dengan taman karakter yang kaya akan simbol.
Lebih spesifik Sr. M. Levita menjurus tentang peranan orangtua yang tak tergantikan. Kesempatan emas pada anak adalah sampai usia 12 tahun, di mana semua peristiwa akan terekam jelas dalam benaknya seumur hidup. Di usai emas inilah, hendaknya para orangtua mengajarkan dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Dan itu akan diingat dan dilakukan anak seumur hidupnya nanti.
Sr. M. Levita juga meminta agar orangtua memperhatikan tingkah laku anak yang gemar bermain game. “Jangan sampai anak mengalami kecanduan yang berdampak terhadap kesehatan psikologisnya.”
Seminar ini diselingi dengan tampilan konser dari para siswa Fransiskus dan dihadiri orangtua murid. ***
M. Fransiska FSGM
[Best_Wordpress_Gallery id=”105″ gal_title=”Taman Karakter”]